September 2010

Mudik




















































tak sedikit orang yang berjuang untuk pulang kampung menjelang hari raya Idul Fitri ato disebut juga Mudik. mudik memang menjadi budaya yang sangat khas di negara tercinta ini, menjadi sebuah keharusan bagi seseorang yang sudah merantau di daerah lain untuk balik lagi ke kampung halamanya, hanya untuk sekedar berbagi dan menyambung kembali tali silaturahim.
meski dalam Islam sendiri tidak ada kewajiban untuk mudik / kembali ke kampung halaman, akan tetapi mudik tetaplah menjadi suatu bagian di bulan ramadhan bagi umat Islam di Indonesia.

banyak pemudik beranggapan hanya 1 tahun sekali ini mereka bisa pulang kampung setelah sepanjang tahun mencari nafkah dan kehidupan di kota-kota besar. dengan adanya hari raya idul fitri kesempatan berkumpul juga lebih besar karena, sebagian besar keluarga mereka akan berkumpul di hari yang fitri ini.

meski sampai saat ini mudik yang aman dan nyaman masih sangat jauh dari harapan, tetapi semangat pemudik akan selalu memberi energi bertahan di sempitnya kereta ekonomi, padatnya jalan pantura, dan mahalnya tiket pesawat udara.

perjalanan udara sempat menjadi harapan untuk mengurai kepadatan mudik, namun dengan mahalnya tiket pesawat dan kurang mengertinya masyarakat luas tentang transportasi ini, menjadi penyebab utama kenapa sampai saat ini hanya kelas menengah ke atas yang bisa menikmati moda transportasi ini.

tapi inilah Indonesia dengan segala budayanya. unik tetapi tetap menarik. berbanggalah menjadi masyarakat surga dunia, tidak kurang suatu apapun dari Allah SWT. seperti lagu gombloh, Indonesia kaya raya, tongkat aja bisa jadi pohon. kurang apa coba??


Puasa dan Maknanya

Berlipatnya Pahala Amalan di Bulan Ramadhan

Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.

Bulan Ramadhan sungguh adalah bulan penuh dengan limpahan pahala. Bahkan pahala setiap amalan akan dilipatgandakan di bulan Ramadhan. Berikut penjelasannya.

Allah Ta’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Allah Ta’ala memuji bulan Ramadhan (bulan puasa) dibanding bulan-bulan lainnya. Di bulan Ramadhan tersebut, Allah memilihnya sebagai waktu turunnya Al Qur’an yang mulia.”[1] Ini menunjukkan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang istimewa dari bulan lainnya.

Allah Ta’ala pun telah mewajibkan puasa Ramadhan. Ini berarti puasa Ramadhan lebih utama dari puasa lainnya yang dihukumi sunnah. Dan amalan wajib tentu saja harus lebih didahulukan daripada amalan sunnah. Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

وَجَبَ التَّقَرُّبُ بِالْفَرَائِضِ قَبْلَ النَّوَافِلِ وَالتَّقَرُّبُ بِالنَّوَافِلِ إنَّمَا يَكُونُ تَقَرُّبًا إذَا فُعِلَتْ الْفَرَائِضُ

“Wajib mendekatkan diri pada Allah dengan melakukan hal-hal wajib sebelum yang sunnah. Mendekatkan diri pada Allah dengan perkara yang sunnah bisalah dianggap sebagai ibadah jika yang wajib dilakukan.”[2]

Telah ada dalil yang menjelaskan motivasi untuk melaksanakan qiyam ramadhan yaitu shalat tarawih. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[3]

Begitu pula dalam hadits lainnya diterangkan mengenai keutamaan melakukan amalan lainnya (amalan apa saja) di bulan Ramadhan. Sebagaimana yang dikeluarkan dalam Sunan At Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِى مُنَادٍ يَا بَاغِىَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِىَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ

Pada malam pertama bulan Ramadhan syetan-syetan dan jin-jin yang jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satupun pintu yang terbuka dan pintu-pintu surga dibuka, tidak ada satu pun pintu yang tertutup, serta seorang penyeru menyeru: “Wahai yang mengharapkan kebaikan bersegeralah (kepada ketaatan), wahai yang mengharapkan keburukan/maksiat berhentilah”. Allah memiliki hamba-hamba yang selamat dari api neraka pada setiap malam di bulan Ramadhan”.[4]

Syaikh Ibrahim bin ‘Amir Ar Ruhaili hafizhohullah mengatakan, “Dalil ini menunjukkan keutamaan seluruh amalan kebaikan yang dilakukan di bulan Ramadhan, lebih-lebih lagi amalan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) setelah puasa wajib, sebagaimana keterangan yang telah lewat mengenai keutamaan qiyam Ramadhan.”[5]

Dari sinilah ada beberapa hadits dho’if (hadits lemah) yang menjelaskan bahwa amalan di bulan Ramadhan itu akan berlipat-lipat pahalanya. Hadits dho’if tersebut masih tercakup dalam hadits shahih riwayat Tirmidzi di atas.

Berlipatnya pahala amalan di bulan Ramadhan ini mutlak untuk amalan apa saja sebagaimana diterangkan oleh Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili dalam kitabnya Tajridul Ittiba’[6]. Kita dapat pula melihat dari perkataan para salaf berikut.

Guru-guru dari Abu Bakr bin Maryam rahimahumullah pernah mengatakan, “Jika tiba bulan Ramadhan, bersemangatlah untuk bersedekah. Karena bersedekah di bulan tersebut lebih berlipat pahalanya seperti seseorang sedekah di jalan Allah (fii sabilillah). Pahala bacaaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) lebih afdhol dari seribu bacaan tasbih di bulan lainnya.”

An Nakho’i rahimahullah mengatakan, “Puasa sehari di bulan Ramadhan lebih afdhol dari puasa di seribu hari lainnya. Begitu pula satu bacaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) di bulan Ramadhan lebih afdhol dari seribu bacaan tasbih di hari lainnya. Begitu juga pahala satu raka’at shalat di bulan Ramadhan lebih baik dari seribu raka’at di bulan lainnya.”[7]

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengatakan, “Sebagaimana pahala amalan puasa akan berlipat-lipat dibanding amalan lainnya, maka puasa di bulan Ramadhan lebih berlipat pahalanya dibanding puasa di bulan lainnya. Ini semua bisa terjadi karena mulianya bulan Ramadhan dan puasa yang dilakukan adalah puasa yang diwajibkan oleh Allah pada hamba-Nya. Allah pun menjadikan puasa di bulan Ramadhan sebagai bagian dari rukun Islam, tiang penegak Islam.”[8]

Intinya, di antara pahala suatu amalan bisa berlipat-lipat karena amalan tersebut dilaksanakan di waktu yang mulia yaitu seperti pada bulan Ramadhan. Begitu amalan bisa berlipat pahalanya jika dilaksanakan di tempat yang mulia (seperti di Makkah dan Madinah) atau bisa pula berlipat pahalanya karena dilihat dari keikhlasan dan ketakwaan orang yang mengamalkannya.[9]

Semoga dengan mengetahui hal ini, kita akan semakin semangat melakukan amalan di bulan suci Ramadhan ini. Apalagi dengan dibukakannya pintu surga, ditutupnya pintu neraka dan dibelenggunya setan di bulan Ramadhan, seharusnya kita lebih giat lagi untuk beribadah dan beramal. Oleh karena itu, janganlah meremehkan satu kebaikan sedikit pun juga di bulan penuh berkah ini. Semoga Allah beri kemudahan untuk beramal sholih dengan senantiasa meminta pertolongan Allah, dengan niatan ikhlas karena mengharap wajah-Nya dan mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Diselesaikan di Panggang-GK, 3 Ramadhan 1431 H (13/8/2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.rumaysho.com



[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 2/179.

[2] Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H, 17/133.

[3] HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759.

[4] HR. Tirmidzi no. 682 dan Ibnu Majah no. 1642. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.]


dengan begitu banyaknya pahala yang ada di bulan Ramadhan, tidak heran jika Nabi dan Sahabat sedih ketika Bulan penuh hikmah ini berakhir.

semoga kita nanti masih bisa menjumpai Bulan Ramadhan di tahun-tahun yang akan datang. Amin ya Rabb.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama